Aqiqah

1.      Pengertian Aqiqah
Suatu ketika keluarga kita tentu pernah mendapat bingkisan dalam sebuah dos berisi nasi dan gulai kambing. Bingkisan seperti itu biasanya diperuntukkan sebagai aqiqah. Aqiqah adalah ungkapan rasa syukur dari orang tua kepada Allah Swt. Atas karunia yang telah di berikan oleh Allah berupa seorang atau beberapa orang bayi.
Aqiqah biasa dilakukan setelah tujuh (7) hari sejak kelahiran seorang bayi. Jika bayi itu laki-laki, maka orang tua si bayi disunahkan untuk aqiqah dengan menyembeli dua ekor kambing. Sedangkan jika bayi perempuan, maka orang tua si bayi disunahkan untuk aqiqah dengan menyembelih seekor kambing.
Rasulullah saw. Bersabda:
“Anak yang lahir itu tergadai dengan aqiqahnya sampai disembelih hewan sebagai tebusan aqiqah tersebut pada hari ketujuh (dari kelahiran), dicukur rambutnya, dan diberi nama”. (H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi)
Hukum Aqiqah adalah sunah muakkad bagi orang tua bayi. Sunah muakkad adalah sunah yang dikuatkan, yang mendekati wajib. Jika orang tua bayi mampu, sebaiknya mengadakan aqiqah untuk anaknya. Namun, jika orang tua si bayi tidak mampu, maka boleh tidak mengadakan atau melaksanakan Aqiqah.
2.      Syarat Aqiqah
Dalam melaksanakan aqiqah, ada beberapa syarat dan ketentuan, di antaranya:
a.      Hewan aqiqah adalah kambing atau biri-biri.
b.     Hewan yang akan digunakan aqiqah harus sehat, tidak cacat, dan usianya sudah memenuhi syarat sah.
c.      Daging kambing atau biri-biri yang digunakan untuk aqiqah sebaiknya dibagi setelah dimasak lebih dahulu.
d.     Pembagian daging aqiqah yakni 1/3 untuk yang beraqiqah, 1/3 untuk disedekahkan, dan 1/3 untuk dihadiahkan kepada orang lain.
3.      Kegunaan Aqiqah
Aqiqah mempunyai beberapa manfaat atau kegunaan, di antaranya:
a.      Sebagai ungkapan rasa syukur orang tua atas karunia yang telah diberikan oleh Allah Swt. Berupa anak.
b.     Sebagai penebus gadai seperti diungkapan Rasulullah saw. Dalam hadits di atas.
c.      Sebagai sedekah kepada tetangga, fakir miskin, dan sanak saudara.
d.     Sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
4.      Tata cara penyembelihan hewan aqiqah

Tata cara penyembelihan hewan aqiqah sama dengan tata cara penyembelihan hewan qurban. Coba baca kembali tata cara penyembelihan hewan qurban agar kamu lebih paham!

Qurban

Lazimnya, seseorang yang mencintai orang lain selalu siap untuk berqurban demi yang dicintai. Kesedihan berqurban sebagai bukti kesungguhan hati dalam mencintai seseorang. Setiap muslim dan muslimat seharusnya mencintai Allah Swt. Sebagai Rabb (pencipta, pemelihara, pemilik, dan penguasa) alam semesta.
Penyembelihan untuk berqurban dilakukan pada hari raya ‘Idul Adha atau hari- hari Tasyrik berikutnya. Apakah yang dimaksud Qurban ? Perhatikan penjelasan berikut!
1.      Pengertian dan sejarah qurban
Kata qurban berasal dari bahasa Arab:


Yang berarti pendekatan diri, mendakatkan diri. Pengertian qurban menurut istilah dalam agama islam ialah suatu usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih hewan ternak sesuai tuntunan Rasulullah saw. Qurban telah disyari’atkan sejak Nabi Adam a.s. Pada saat itu kedua putra beliau yang bernama Qabil dan Habil berqurban dengan harta yang mereka miliki.
Allah swt. Berfirman :
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima qurban salah seorang diantara mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia (Qabil) berkata: Aku pasti membunuhmu. Berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S. Al-Maa-idah ayat 27).
Adapun qurban yang dilaksanakan umat islam sampai saat ini mengikuti sunah Nabi ibrahim a.s. ketika mengurbankan putra satu-satunya yang sangat disayangi, yakni ismail.
2.      Hukum berqurban
Ulama berselisih pendapat tentang hukum berqurban. Ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunah.
Ulama yang menyatakan wajib menggunakan dasar hukum sebagai berikut.
a.      Firman Allah:
“Sesungguhnya kami telah memberi karunia yang banyak. Oleh sebab itu, maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu berqurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu, dialah yang terputus”. (Q.S. Al Kautsar ayat 1-3)
b.     Sabda Rasulullah saw.:
“Barang siapa yang mempunyai kelonggaran (mampu berqurban) tetapi tidak mau menyembelih, maka janganlah mendekati tempat sholat kami”. (H.R. Ahmad, Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).
Adapun ulama yang mengatakan sunah beralasan sebagai berikut:
a.      Sabda Rasulullah saw.
“Tiga perkara yang wajib atas diriku dan sunah atas dirimu semua, yakni berqurban, shalat Witir, dan dua rakaat (shalat) Dhuha”. (H.R. Bazar dan Hakim).
b.     Sabda Rasulullah saw.
“Diwajibkan atas diriku berqurban, sedangkan bagi kamu tidak wajib”. (H.R. Daruquthni).
3.      Waktu pelaksanaan berqurban
Waktu pelaksanaan berqurban adalah tanggal 10 Dzulhijjah (hari raya Idul Adha) atau pada hari-hari Tasyrik berikutnya, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Penyembelihan yang dilakukan diluar batas waktu tersebut hanyalah penyembelihan biasa, bukan qurban
Rasulullah saw. Bersabda:
“Barang siapa menyembelih sebelum sholat, maka sesungguhnya itu hanyalah penyembelihan untuk dirinya sendiri. Barang siapa menyembelih sesudah shalat dan kedua khutbah, maka telah sempurna ibadahnya (sah kurbannya) dan telah sesuai dengan Sunah Muslimin”. (H.R. Bukhari).
4.      Sifat-sifat binatang qurban
Hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat.
a.      Hewan qurban tidak boleh memiliki cacat sebagai berikut.
1)   Buta mata, walaupun hanya sebelah.
2)   Sakit, yang jelas sakitnya.
3)   Pincang kakinya
4)   Tua sekali sehingga seakan tak bersungsum.
Dalam subuah hadits diriwayatkan:
“Dari Bara’ bin ‘Azib, Rasulullah saw. Bersabda: “Empat perkara yang tidak diperbolehkan dalam penyembilihan (qurban) yakni:
1)   Hewan yang buta, jelas buktinya;
2)   Hewan yang sakit, jalas sakitnya;
3)   Pincang, jelas pincangnya;
4)   Yang sangat tua, sehingga seakan tak bersungsum.
b.     Tidak sobek telinganya, tidak ompong gigi depannya, tidak putus ekornya dan tidak bunting. Diriwayatkan:
“Dari Ali r.a. (ia berkata); Rasulullah saw. Menyuruh aku agar meneliti mata, telinga (hewan qurban). Aku tidak boleh berqurban dengan hewan yang buta sebelah, yang terbelah telinganya baik bagian depan, belakang, atau berlubang, tidak ompong gigi depannya”. (H.R. Ahmad dan iman empat, disahkan oleh Tarmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim).
c.      Hewan qurban hendaknya yang gemuk dan bergajih
Diriwayatkan:
“Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah saw. Berqurban dengan dua ekor kibas yang bertanduk. Menurut lafal hadits yang lain “yang gemuk”, sedangkan menurut Abi ‘Awanah dalam kitab shahihnya (dinyatakan) “yang berharga”. (H.R. Muslim).
Kibas (kambing) yang bertanduk tampak gagah dan menyenangkan. Bila dijual harganya pun lebih mahal. Berqurban dengan kibas bertanduk berarti kibas tersebut mahal harganya.
5.      Ketentuan umur hewan qurban
a.      Kibas atau domba hendaknya telah berumur satu tahun lebih atau telah ganti gigi (powel).
Rasulullah saw. Bersabda:
“Janganlah kamu menyembelih (berqurban) kecuali telah berganti gigi. Bila kamu kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah yang telah berumur satu tahun dari domba”.
b.     Kambing biasa dan biri-biri telah berumur dua tahun lebih.
c.      Unta telah berumur lima tahun lebih.
d.     Sapi telah berumur dua tahun lebih.
6.      Tata cara penyembelihan hewan qurban
Untuk Tata cara penyembelihan hewan qurban silahkan lihat disini
7.      Pemanfaatan daging qurban
Daging qurban harus dibagikan kepada fakir miskin, peminta, dan sebagian untuk dirinya sendiri (yang berqurban).
Firman Allah swt.:
“Makanlah dari daging qurban itu dan sedekahkanlah kepada orang yang meminta-minta lagi fakir”. (Q.S. Al-Hajj Ayat 28).
“Makanlah daging qurban itu dan sedekahkanlah kepada orang-orang yang qana’ah (tidak mau meminta) dan mu’tar (yang mau meminta). (Q.S. Al-Hajj Ayat 36).
Penyembelihan hewan qurban dan orang-orang  yang mengurusinya tidak boleh diberi upah dari hewan tersebut, termasuk kulitnya.
Rasulullah saw. Bersabda:
“Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata: “Aku diperintah Rasulullah saw. Untuk mengurus qurban-qurbannya, untuk membagi-bagikan dagingnya, kulit-kulitnya, pakaian-pakaiannya kepada fakir miskin dan aku dilarang memberi upah apapun dari qurban itu untuk penyembelihannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).